PENGGUNAAN MEDIA KOMUNIKASI SOSIAL DALAM PEWARTAAN IMAN MENURUT DEKRIT INTER MIRIFICA DAN RELEVANSINYA DI KEUSKUPAN AGUNG MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum
terangkat ke surga, Yesus memberi perintah kepada murid-murid-Nya untuk pergi
ke seluruh dunia dan mewartakan Injil kepada segala makhluk (Mrk 16:15). Para
rasul dan murid-murid lainnya melaksanakan perintah Yesus itu dengan berbagai
cara, entah dengan berkotbah (Luk 3:18), menulis surat (Luk 1:1), maupun
menunjukkan keteladanan hidup (Kis 2:46-47). Sesudah zaman para rasul,
para misionaris kemudian melaksanakan
dan mewariskan perintah Yesus itu ke seluruh dunia dengan berbagai cara yang
unik dan khas. Gereja menjadi semakin meluas dan berkembang sampai sekarang. “Adalah
tugas para pengganti para rasul untuk melestarikan karya itu, supaya ‘sabda
Allah terus maju dan dimuliakan’ (2Tes 3:1) dan Kerajaan Allah diwartakan dan
dibangun di mana-mana” (AG art. 1). Kini tugas anggota
Gereja zaman sekaranglah yang harus melaksanakan perintah Yesus itu.
Dalam
mewartakan Kabar Keselamatan pada zaman ini, Gereja perlu memanfaatkan media
komunikasi sosial dan mengajarkannya, bagaimana manusia dapat memakai media itu
dengan tepat (bdk. IM art. 3). Berkembangnya media komunikasi menuntut Gereja
untuk mengambil suatu langkah pasti dalam menghadapinya. Gereja tidak bisa
menutup mata terhadap fenomena tersebut. Era digital telah menggiring manusia
kepada cara baru berkomunikasi. Berbagai informasi dan hiburan kini tersedia
langsung di genggaman orang.
Dewasa
ini, media komunikasi semakin merambah ke berbagai daerah, bahkan sampai ke
pedalaman terpencil sekalipun. Koran dan majalah sudah tersebar sampai ke
pelosok-pelosok desa. Siaran-siaran radio pun mulai memenuhi udara sepanjang
hari. Demikian juga film dengan berbagai versinya mencoba memberi hiburan yang
segar maupun yang mencekam masyarakat. Televisi pun kini bukan barang lux lagi karena semakin banyak orang
memiliki televisi[1].
Akhirnya, internet yang termasuk media paling mutakhir kini dapat diakses
langsung dari tangan para pengguna media komunikasi. Melihat fenomena ini,
akankah Gereja menutup diri terhadap perkembangan dunia komunikasi sosial
ataukah memanfaatkannya sebagai sarana pewartaan untuk menjangkau orang-orang?
Hasil
Konsili Vatikan II Dekrit Inter Mirifica
tentang upaya-upaya komunikasi sosial menyebutkan bahwa media komunikasi
sosial, kalau digunakan dengan tepat, dapat berjasa besar bagi umat manusia,
sebab sangat membantu menyegarkan hati dan mengembangkan budi, dan untuk
menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah[2].
Pernyataan ini memberi anjuran kepada Gereja agar tidak menjadi terasing dari
media komunikasi melainkan menggunakannya sebagai sarana penyiaran dan
pemantapan Kerajaan Allah.
Keprihatinan
yang cukup mencolok saat ini adalah kurangnya tindakan Gereja untuk
memanfaatkan sarana komunikasi sebagai sarana pewartaan. Menurut pengamatan penulis,
penggunaan media komunikasi entah media cetak maupun elektronik di berbagai
keuskupan di Indonesia tampaknya belum optimal. Memang komisi-komisi komunikasi
sosial dari beberapa keuskupan telah mengembangkan media cetak berupa majalah,
buletin, penerbitan buku-buku rohani, penyiaran radio, televisi, dan jejaring
internet. Namun apakah itu sudah cukup untuk menjangkau banyak umat? Dari hasil
wawancara dengan Rm. Rudy Kwary, Pr, Ketua Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan
Agung Makassar (KAMS)[3],
pemanfaatan media komunikasi di lingkup KAMS juga belum optimal. Umat yang
berada di pelosok-pelosok, seperti pedalaman daerah Toraja yang hanya dapat
dijangkau dengan mengendarai kuda atau kendaraan roda dua, sebenarnya dapat
terjangkau dengan radio namun belum ada usaha maksimal dari Gereja untuk
mengembangkan media ini. Gereja Lokal KAMS juga belum mampu menyapa anak muda
dan anak-anak, para generasi digital, melalui media komunikasi. Kebanyakan dari
mereka lebih memilih untuk menonton TV di rumah daripada mengikuti
kegiatan-kegiatan rohani, atau lebih memilih menjelajahi internet daripada
mengikuti ibadat atau Misa. Padahal mereka adalah masa depan Gereja dan tulang
punggung pewarisan iman. Akankah Gereja menyapa mereka melalui media komunikasi
yang akrab di tangan mereka?
Pada
umumnya, Gereja bersikap amat positif terhadap kemajuan pesat sarana-sarana
komunikasi sosial[4].
Dewasa ini, Gereja semakin mengembangkan pewartaan melalui media komunikasi,
seperti internet, televisi, radio, film, media cetak, dsb. Langkah-langkah
Gereja ini merupakan salah satu bentuk pewartaan iman dalam semangat baru,
metode baru, dan ungkapan baru[5].
Kiranya pengembangan media komunikasi seperti inilah yang perlu ditinjau
kembali di Keuskupan Agung Makassar.
Berangkat
dari keprihatian di atas, penulis ingin membahas pandangan Gereja tentang media
komunikasi sosial dan relevansinya di Keuskupan Agung Makassar. Kini wilayah
Keuskupan Agung Makassar bukan lagi daerah terpencil dan tertinggal melainkan
daerah yang sedang bertumbuh dan maju menuju era tekhnologi komunikasi
mutakhir. Kini saatnya Gereja Lokal KAMS meninjau sejauh mana media komunikasi
dimanfaatkan sebagai sarana pewartaan iman. Akan relevankah pewartaan iman di
bumi KAMS dengan memanfaatkan media komunikasi sosial? Sejauh mana pengembangan
media komunikasi sosial dalam Gereja Lokal KAMS jika ditinjau dari ajaran
Gereja dalam dekrit Inter Mirifica?
Kiranya inilah yang akan dibahas dalam karya tulis ini. Maka karya tulis ini
akan diberi judul Media Komunikasi
Sosial sebagai Sarana Pewartaan Iman menurut Dekrit Inter Mirifica dan Relevansinya di Wilayah Keuskupan Agung
Makassar.
1.2 Batasan Tema
Tema
media komunikasi sosial merupakan tema yang sangat luas dan aktual dibicarakan
sekarang ini. Demikian pun juga dekrit Inter
Mirifica, yang sebelumnya dianggap kurang relevan[6],
akhir-akhir ini sering diangkat menjadi bahan pembicaraan Gereja sehubungan
dengan tema tersebut. Berhubung karena tema media komunikasi memiliki cakupan
wilayah yang sangat luas, maka untuk membatasinya penulis hanya akan membahas
mengenai sejarah dan perkembangan media komunikasi secara ringkas, pandangan
Gereja terhadap media komunikasi menurut dekrit Inter Mirifica dan pemanfaatan media komunikasi sosial sebagai
sarana pewartaan dalam Gereja, terutama di bumi KAMS. Penulis akan berfokus
pada pandangan dan ajaran Gereja tentang media komunikasi sebagai sarana
pewartaan iman seperti yang dinyatakan dalam Dekrit Inter Mirifica.
1.3 Tujuan Penulisan
Dengan
membaca latar belakang sebenarnya sudah tersingkap tujuan penulisan karya tulis
ini. Akan tetapi, agar lebih jelas dan terarah maka penulis akan memaparkan
beberapa tujuan penulisan sebagai berikut:
Pertama,
penulis ingin menjelaskan secara singkat sejarah dan perkembangan media
komunikasi. Dengan mengetahui sejarah dan perkembangannya, diharapkan para
pembaca dapat memahami sejauh mana media komunikasi mengambil peran dalam
sejarah kehidupan manusia. Akan tetapi, sejarah dan perkembangan ini hanya akan
dibahas secara ringkas karena karya tulis ini lebih menekankan unsur teologis
dan pastoral dari media komunikasi tersebut.
Kedua, dengan
mengambil Dekrit Inter Mirifica
sebagai sumber utama karya tulis ini, penulis ingin semakin mengenal dan
mendalami pandangan dan ajaran Gereja mengenai media komunikasi sosial. Dengan
mendalami pandangan dan ajaran Gereja dalam Dekrit Inter Mirifica, diharapkan penulis dapat memahami, merefleksikan,
dan mengaplikasikannya dalam pelayanan pastoral.
Ketiga, penulis
ingin memaparkan sejauh mana pemanfaatan media komunikasi di Keuskupan Agung
Makassar sampai saat ini. Melalui penelitian ringkas, penulis akan menghadirkan
data-data yang berkaitan dengan pemanfaatan media komunikasi sosial sebagai
sarana pewartaan iman yang telah diupayakan oleh Komisi Komunikasi Sosial
Keuskupan Agung Makassar. Bertitik tolak dari penelitian ringkas ini, penulis
juga ingin memberikan sumbangan pemikiran yang kiranya dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi para pembaca, terutama demi kesadaran bersama untuk
memanfaatkan media komunikasi sosial sebagai sarana pewartaan iman.
Keempat,
karya tulis ini dibuat sebagai salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan
program sarjana strata satu di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
1.4 Metode Penulisan
Metode
studi kepustakaan (library research)
dan wawancara (interview) merupakan
metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini. Penulis menggunakan
teks dekrit Inter Mirifica Dokumen
Konsili Vatikan II sebagai sumber utama. Selain itu, penulis akan menggunakan
berbagai buku sumber dalam bahasa Inggris dan Indonesia yang berkaitan dengan
tema ini, termasuk komentar-komentar terhadap Inter Mirifica. Dalam metode wawancara, penulis mewawancarai
beberapa tokoh yang berkompeten dalam hal ini, yakni para pengurus Studio Audio
Visual Pusat Kateketik Yogyakarta, terutama Rm. Y.I. Iswarahadi, SJ. Selain
itu, khususnya pada pembahasan mengenai relevansi pemanfaatan media komunikasi
sosial di KAMS, penulis akan mewawancarai salah seorang tokoh Gereja di KAMS
yang memiliki perhatian besar dan tanggung jawab terhadap hal ini, yaitu Rm.
Rudy Kwary, Pr, ketua Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Makassar.
1.5 Sistematika Penulisan
Bagian
pertama karya tulis ini adalah pendahuluan. Pada bagian ini diuraikan mengenai
latar belakang masalah, batasan tema, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
Pada
bab II, akan dipaparkan bagaimana sejarah singkat media komunikasi sosial dan
sejauh mana perkembangannya sejak dahulu sampai sekarang ini. Di dalam bab ini,
akan dibahas mengenai bentuk-bentuk komunikasi sosial, entah media cetak maupun
elektronik, yang mengalami perkembangan dari dulu sampai sekarang. Setelah itu
akan dibahas pula mengenai dampak atau pengaruh media komunikasi sosial. Oleh
karena karya tulis ini lebih bertujuan untuk mendalami ajaran Gereja tentang
media komunikasi sosial sebagai sarana pewartaan iman, maka pembahasan sejarah
dan perkembangannya dibahas secara ringkas saja.
Bab
III secara khusus akan membahas isi dekrit Inter
Mirifica mengenai media komunikasi sosial. Di dalam bab ini akan dipaparkan
ajaran Gereja mengenai media komunikasi sosial dan kegiatan-kegiatan pastoral
terkait yang bisa dikembangkan oleh Gereja. Pembahasan mengenai hal ini
diharapkan dapat memberi pemahaman tentang pandangan Gereja terhadap media
komunikasi sosial dan kegiatan pastoral yang dapat dilakukan. Khususnya di
dalam pembahasan tentang kegiatan pastoral ini, akan dipaparkan mengenai aneka
media komunikasi yang dapat digunakan oleh Gereja untuk pewartaan dan
bentuk-bentuk pewartaan yang dapat ditempuh oleh Gereja. Dalam bab ini
diharapkan pembaca dapat memahami media apa saja yang dapat digunakan sebagai
sarana pewartaan dan bagaimana pemanfaatan media tersebut. Selain itu, penulis
akan memberikan catatan kritis terhadap dokumen ini dengan bertitik tolak dari
dua Instruksi Pastoral yakni Communio et
Progressio dan Aetatis Novae.
Bab
IV akan membahas relevansi pemanfaatan media komunikasi sosial sebagai sarana
pewartaan iman di bumi KAMS menurut dekrit Inter
Mirifica. Dalam pembahasan ini, penulis akan memaparkan realitas penggunaan
media di bumi KAMS, perkembangannya secara singkat, konteks pelayanan pastoral
KAMS, dan refleksi teologis atau sumbangan pemikiran terhadap Komisi Komunikasi
Sosial dan Kateketik KAMS. Selain itu, diharapkan semoga melalui pembahasan ini
para pembaca pada umumnya dapat memperoleh paradigma baru mengenai pentingnya
pemanfaatan media komunikasi sosial dewasa ini.
Akhirnya,
bab V merupakan penutup dari karya tulis ini. Pada bagian ini, penulis akan
memberikan kesimpulan singkat dari seluruh pembahasan pada bab-bab sebelumnya.
[1] Y. Sudaryatna, Pr. Media Komunikasi Sosial sebagai Sarana
Evangelisasi Baru, Jakarta, Celestry Hieronika, 1999, 13.
[2] Bdk. IM art. 3
[3] Wawancara diadakan di Kantor
KOMSOS KAMS Baruga Kare pada 03-05 Juli 2013.
[4] C.B Putranto SJ, Majalah Praedicamus, Rambahlah Dunia Digital,
Vol. XI No. 40, Oktober-Desember 2012, 3.
[5] Y. Sudaryatna, Pr. Media Komunikasi Sosial sebagai Sarana
Evangelisasi Baru, 37.
[6] Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, Bijak dalam Berkomunikasi, Extension
Course Kompendium Konsili Vatikan II Fakultas Teologi Universitas Sanata
Dharma, Kamis, 30 Mei 2013, 4.
Komentar
Posting Komentar