Tidakkah Kamu Mau Pergi Juga


Refleksi untuk majalah Rohani
TIDAKKAH KAU MAU PERGI JUGA?

Bila mengingat kembali perjalanan hidupku, terkadang muncul pertanyaan, “Apakah aku yang kegeeran dipanggil?” Panggilanku tidak seperti Musa yang mengalami penglihatan; tidak seperti Samuel yang mendengar suara Tuhan; tidak seperti para rasul yang diutus secara langsung; pun juga tidak seperti orang-orang kudus yang mendapat penampakan. Panggilanku hanya atas dasar ketertarikan pada sosok seorang imam, terutama pada jubah yang dipakainya. .
            Terasa lucu bila seorang calon imam menjalani panggilan hanya atas motivasi ketertarikan pada jubah. Apalagi ketertarikan tersebut muncul ketika aku masih sangat hijau, layaknya seorang anak kecil tertarik pada mainan baru. Tetapi, ternyata ketertarikan itu bertumbuh  sama seperti pertumbuhanku dalam keluarga.
            Keluargaku tergolong sederhana. Tetapi dalam kesederhanaan itu, aku melihat perjuangan kedua orang tuaku dalam membesarkan anak-anak mereka. Perjuangan disertai tanggung jawab adalah sesuatu yang berat dan tidak mudah. Dalam keadaan demikian, salah satu nilai yang selalu ditanamkan oleh ayah dan ibu adalah kesetiaan. Mereka memberi teladan bagi kami untuk tetap setia dalam iman Kristiani.
            Dulu, mereka adalah pemeluk animisme. Ketika hendak menikah, ayah dan ibu memilih menjadi Katolik entah karena apa. Ayah pernah diajak ke luar daerah. Di daerah tersebut, tidak ada yang beragama Katolik. Beliau diwajibkan ikut kursus mengaji sesuai peraturan daerah setempat. Selama dua tahun, ayah bergulat dengan dirinya sendiri. Apakah harus menjadi sama dengan keadaan lingkungannya atau tetap setia pada iman yang baru saja diyakininya?
            Akhirnya, ayah mengambil keputusan untuk pulang kampung. Saat itu, ia merasa sangat bahagia atas kesetiaannya. Aku pun bangga memiliki ayah sepertinya. Ia melanjutkan sekolahnya di Institut Kateketik dan Pastoral. Setelah tamat, ia diterima menjadi pegawai negeri, menjadi guru Agama Katolik. Ayah pun terpilih menjadi seorang pengantar di stasi dan telah mengabdi selama 25 tahun. Nyatalah perkataan Yesus, “Carilah Kerajaan-Nya maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”
            Teladan ayah inilah yang membuatku kuat di kala aku mengalami pergumulan. Perjalanan panggilan ibarat aliran sungai. Terkadang kita terbentur pada bebatuan, terjatuh ke dalam tebing curam, atau terpisah dari arus. Saat itulah, aku semakin dikuatkan. Pengalaman terbentur, terjatuh, bahkan terpisah menjadi cambuk untuk tidak mundur.
            Ketika terjatuh, ada keinginan untuk bangkit. Ketika terbentur, terasa sakit tetapi ada keinginan untuk segera sembuh. Ketika terpisah, ada kerinduan untuk kembali bersama. Dalam keadaan seperti inilah, aku sangat merasakan Tuhan tidak meninggalkan orang yang berharap pada-Nya.  
Meski demikian, aku pernah meragukan Tuhan, ”Apakah Tuhan yang menciptakan otak atau otak yang menciptakan Tuhan?” Lalu, aku juga pernah bertanya, “Apakah aku benar-benar dipanggil?” Inilah permenungan sekaligus keragu-raguanku.
Aku melihat, ada orang lain di sekitarku yang seperti aku, bertanya seperti pertanyaanku. Lalu, aku melihat, mendengar, mengalami, dan merasakan ketika mereka memutuskan untuk keluar dari arus panggilan selibat ini.
Akhirnya, aku dihadapkan pada sebuah pertanyaan, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (Yoh 6:67) Aku tersentak. Pertanyaan ini adalah pertanyaan Yesus kepada murid-muridnya ketika orang banyak meninggalkan mereka pada waktu Yesus  mengajarkan tentang Roti Hidup. Kini, pertanyaan itu ditujukan bagiku. Terasa menusuk.
Aku harus menjawab bagaimana? Aku hanya terdiam dan menjalani panggilan ini sesuai kehendak-Nya. Teladan kesetiaan dari orang tua akan menjadi kekuatanku, tidak terlepas dari rahmat dan pertolongan Tuhan. Perjalanan masih sangat panjang, salib yang menindih akan terasa semakin berat. Pendakian ke puncak bahagia akan melelahkan. Tapi, “Buluh yang terkulai tak akan dipatahkan-Nya dan sumbu yang pudar nyalanya tak akan dipadamkan-Nya ...” (Mat 12:20).


Fr. Alfius Tandirassing
Calon Imam Diosesan Makassar




Alfius Tandirassing
Seminarium Anging Mammiri Jl. Kaliurang km. 7,4 Yogyakarta

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer