Memberi Tanpa Memberi dan Menerima tanpa Melupakan
MEMBERI TANPA MENGINGAT DAN MENERIMA TANPA MELUPAKAN
Memberi adalah Berbagi
Mengawali tulisan ini, saya ingin menceritakan sebuah ilustrasi singkat. Ilustrasi berikut disadur dari buku “1500 Cerita Bermakna” yang ditulis oleh Frank Mihalic, SVD.
Di biara Maulbronn di pegunungan Alpen, Austria, ada mata air pegunungan yang khas. Ia mengalir ke luar dari sisi bukit, melalui sebatang pohon yang sudah dikosongkan bagian dalamnya sehingga menjadi pipa. Air yang mengalir di dalam pohon ini memancar dengan suara gemericik ke dalam sebatang pohon lainnya yang sudah dikosongkan juga. Di dekatnya, dalam bahasa Jerman tertulis:” Bila orang datang kemari dan meminum air saya, apakah kamu kira mereka akan berterima kasih kepada saya? Tapi tidak apa-apa. Saya akan tetap mengalirkan dan bergemericik dan terus menyanyi. Betapa indahnya hidup saya: saya memberi dan terus memberi.
Memberi adalah salah satu cara untuk berbagi. Dalam berbagi, tentu ada pemberi dan ada penerima. Orang yang memberi tentu saja memiliki sesuatu yang akan diberikan. Demikian kata-kata bijak dalam bahasa Latin, ”Nemo dat quod non habet”. Maksudnya, tidak seorang pun dapat memberi apabila ia tidak memiliki. Untuk bisa memberi, seseorang harus memiliki apa yang akan diberikan.
Sebagai manusia yang saling membutuhkan dan melengkapi, pasti setiap orang pernah ada di posisi sebagai pemberi dan penerima. Apapun bentuk pemberian dan penerimaan itu, setiap orang pernah mengalaminya entah sadar atau tidak. Dalam ilustrasi di atas, ternyata berbagi bukan hanya dilakukan oleh manusia tetapi juga oleh alam sekitar.
Permasalahannya adalah apakah sikap manusia sama seperti sikap alam yang memberi dan terus memberi, mengalir, bergemericik, dan terus menyanyi, seperti yang terdapat dalam ilustrasi di atas?
Salah satu tokoh dari perjanjian lama yang dapat diteladani adalah seorang Janda di Sarfat (IRaj 17:7-16). Ketika ia sedang mengumpulkan kayu bakar, Nabi Elia datang kepadanya dan meminta makanan. Janda itu menjawab,” "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati” (1Raj 17:12). Meskipun janda itu berkekurangan, ia tetap melayani Elia, membuatkannya roti, dan memberinya minum. Akhirnya, ia mendapatkan berkat dari Tuhan, yaitu persediaan tepung dalam temayan tidak habis dan minyak dalam buli-buli tidak berkurang. Kiranya ketulusan janda tersebut untuk berbagi menggerakkan berkat Tuhan turun ke atasnya.
Pemberian yang Tulus
Sekitar dua ribu tahun yang lalu, seorang Anak Manusia yang dilahirkan di sebuah tempat sederhana bernama Yesus telah menjawab pertanyaan ini. Ia datang ke dunia untuk menebus dosa manusia dengan memberikan hidup dan matinya. Ia rela menjadi manusia, tinggal bersama manusia, berbagi dengan manusia, dan memberikan apa yang dimilikinya kepada manusia, termasuk nyawa-Nya. Pengorbanan-Nya di kayu salib telah melengkapi seluruh pemberian diri-Nya demi menebus dosa manusia.
Selama hidup-Nya, Ia telah membagikan berkat dan mukjizat-Nya. Peristiwa sengsara dan wafat-Nya merupakan puncak dari seluruh pemberian diri-Nya. Ia telah mewariskan seluruh nilai-nilai itu kepada para pengikut-Nya. Semua dilakukan-Nya dengan tulus ikhlas. He gives without remember and receives without forget (Ia memberi tanpa mengingat dan menerima tanpa melupakan.
Berbagi sebagai Perwujudan Murid Kristus
Menjadi murid Kristus tentu memiliki konsekuensi yang harus ditanggung. Kata “konsekuensi” yang dimaksudkan tidak selalu berarti negatif. Konsekuensi di sini dimaksudkan sebagai suatu tindakan nyata atau perwujudan iman kepada Yesus Kristus. Konsekuensi itu betujuan untuk keselamatan sendiri.
Dalam hal ini, berbagi juga merupakan konsekuensi menjadi murid Kristus. Mengikut Kristus berarti juga mengikuti teladan, perintah, dan ajaran-Nya. Yesus telah menunjukkan keteladanan itu selama hidup-Nya melalui karya-Nya, seperti berbagi kebahagiaan melalui penyembuhan, berbagi berkat melalui penggandaan roti dan ikan, hingga puncaknya yakni memberikan diri-Nya sebagai kurban keselamatan penebus dosa manusia.
Bagi kita, melalukan karya seperti yang dilakukan Yesus merupakan hal yang sulit. Tetapi, Yesus memberikan kita petunjuk untuk berbagi, seperti yang terdapat dalam kisah penghakinan terakhir (Mat 25:31-46). “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” Sudahkah anda berbagi hari ini???
Fr. Alfius Tandirassing
Seminarium Anging Mammiri

Komentar
Posting Komentar