Membersihkan Taman Hidup
Membersihkan Taman Hidup
Oleh: Fr. Alfius Tandirassing
Siang itu, mentari bersinar terik saat aku terengah mengayuh sepeda ontelku. Meski panas menyengat, aku tetap bersemangat kembali ke seminari. Aku ingin segera melupakan soal-soal ujian yang membuatku berpikir keras di kampus tadi pagi. Aku ingin menikmati hari-hari liburku tanpa bergulat dengan soal-soal ujian lagi.
Taman di Samping Kamarku
Sesampai di kamar, kusandarkan badanku sejenak di atas kursi yang menghadap jendela. Aku menarik nafas panjang sebagai tanda kelegaanku karena aku telah melalui ujian akhir semester dengan baik. Aku sangat bersyukur karena Tuhan memberiku kekuatan untuk mengikuti ujian itu.
Kupejamkan mataku sesaat. Ketika kubuka kedua kelopak mataku, tampak bunga-bunga indah menghiasi taman yang berada di samping kamarku. Taman itu selalu membuatku tersenyum tiap pagi ketika aku membuka jendela kamarku. Titik-titik embun di pucuk bunga-bunga itu terasa sangat menyegarkan. Lantas, lagu syukur pun terlantunkan dari dalam hatiku.
Di dalam taman itu terdapat bunga berwarna-warni. Ada bunga merah, kuning, jingga, merah muda, dan putih. Bunga-bunga itu tampak tersusun rapi berjejer menurut warnanya. Di pinggiran taman terdapat bunga-bunga berwarna hijau yang berfungsi sebagai bingkai taman. Ada pula sebuah gua Maria kecil di belakang taman itu dihiasi dengan bunga-bunga dalam pot-pot kecil.
Namun ada hal yang berbeda di siang ini. Taman yang biasanya berhias embun di pagi hari itu kini tampak kering dan bunga-bunganya mulai layu. Aku melihat taman itu mulai ditumbuhi rumput liar. Taman itu juga mulai dipenuhi dedaunan kering dari pohon yang berada di belakang kamarku. Bahkan ada pula tumpukan kotoran anjing yang kulihat di taman itu.
Aku menatap semua itu dengan penuh keheranan. Bagaimana mungkin ada rumput-rumput liar yang tumbuh di sana? Dua hari yang lalu aku membersihkan taman itu. Aku mencabut rumput-rumput liar di dalamnya, menyapu dedaunan kering, dan membuang kotoran anjing dari sana. Mengapa taman itu terlalu cepat kotor padahal aku hanya melewatkan satu hari saja untuk tidak membersihkannya?
Taman itu kini tampak tidak menarik lagi untuk dipandang. Keindahan yang dimilikinya mulai tertutupi rumput liar, dedaunan kering, dan kotoran anjing. Pemandangan itu sangat berbeda dengan pemandangan di pagi hari. Lalu aku mulai berefleksi bahwa ternyata taman itu tidak akan selalu menampakkan keindahan apabila tidak dibersihkan setiap hari. Begitulah juga taman hidupku. Hidupku harus dibersihkan tiap hari agar bisa memantulkan keindahan dan sampai pada Keindahan Abadi.
Taman Hidupku
Taman hidupku membentang dari awal hari sampai pergantiannya Tiap pagi aku bangun dengan penuh syukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup. Aku memohon seraya membangun niat agar hari ini aku lebih baik dari hari kemarin. Kubarui hidupku di hari yang baru dengan doa dan Ekaristi. Aku berharap dengan kekuatan rahmat yang kudapatkan di pagi hari, aku bisa menjadi lebih baik dan lebih bersih dari hari kemarin. Doa tobat pun terucap dari bibirku dengan sebuah janji untuk tidak melakukan kesalahan lagi.
Setelah hari mulai cerah, aku terlarut dalam rutinitasku sebagai seorang mahasiswa sekaligus penghuni sebuah komunitas. Di dalam rutinitas itulah, aku kadang terjatuh lagi dalam kesalahan. Bahkan tak jarang aku terjatuh dalam kesalahan yang sama dengan perbuatanku di hari kemarin. Semua itu terjadi entah kusadari atau tidak, entah kusengaja atau tidak. Dalam interaksi dengan orang lain, kesalahan pun tak terhindarkan.
Ketika hari hampir berakhir, aku melihat kembali perjalanan hidup yang telah kulalui seharian. Rasa syukur bercampur sesal selalu ada. Lalu aku memohon kembali agar kesalahanku hari ini diampuni dan semoga hari esok menjadi lebih baik lagi. ”Ya Tuhan, aku bersyukur atas pengalaman hidup hari ini. Aku bersyukur karena hari ini lebih baik dari kemarin dan aku memohon agar hari esok jauh lebih baik.”
Begitulah hidup yang terus bertumbuh seperti bunga-bunga di taman. Dalam pertumbuhan itu, setiap orang mengalami perubahan, entah perubahan ke arah yang lebih baik atau sebaliknya. Keberadaan di antara orang lain menunjukkan keindahan taman hidup seseorang. Jika setiap hari taman hidup dibersihkan, mungkin orang-orang akan tertarik memandangnya bahkan bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Namun bila taman hidup tidak dibersihkan, orang tidak akan tertarik memandangnya.
Sebagai seorang pengikut Kristus, aku diajak untuk senantiasa membarui diri setiap hari sama seperti taman yang tiap hari harus kubersihkan. Niat membarui diri kuungkapkan dalam tobatku tetapi tetap saja aku terjatuh kembali dalam dosa. Hal ini menyadarkan aku bahwa aku memang manusia lemah. Meskipun lemah, aku berusaha untuk bangkit.
Syukur Atas Taman Hidupku
Meskipun aku tahu bahwa taman hidupku tak selamanya bersih, aku tetap bersyukur. Rasa syukur tidak hanya ketika taman itu bersih melainkan juga ketika kotor. Karena bersih dan kotornya itulah, taman hidup mempunyai variasi sehingga tidak membosankan. Ketika taman hidupku bersih, aku bersyukur karena Tuhan telah memperindahnya bagiku. Begitu juga ketika taman hidupku kotor, aku bersyukur karena dari kekotoranlah aku mengenal kebersihan.
Selain itu, aku bersyukur karena bisa menyadari kekotoran taman hidupku. Kesadaran akan kekotoran taman hidup itu adalah sebuah anugerah yang tidak dimiliki setiap orang. Ada orang yang tidak bisa menyadari bahwa tindakan-tindakannya salah karena tidak mendapatkan anugerah kesadaran itu.
Nah, taman hidup setiap orang memang berbeda. Namun satu hal yang sama adalah setiap orang dituntut untuk membersihkan taman hidupnya. Taman hidup dibersihkan melalui pertobatan, seperti kata-kata Yesus dalam kisah perempuan yang berzinah, “Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi” (Yoh 8:11). Maka, mari membersihkan taman hidup kita masing-masing, siapa tahu Tuhan mengunjungi taman hidup kita di saat yang tidak terduga.
Penulis adalah calon imam Diosesan Makassar di Seminarium Anging Mammiri dan mahasiswa Fakultas Teologi Wedabhakti Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar