Menyembuhkan Luka Sejarah
Refleksi Kaum Muda Atas Tragedi 1965









Upaya Rekonsiliasi Atas Tragedi 1965







Rangkuman

Orang muda yang beradab adalah orang muda yang mengenal sejarah bangsanya. Salah satu
sejarah itu adalah Tragedi 1965. Sayangnya, kebenaran sejarah itu masih dipertanyakan.
Diperlukan adanya pengkajian ulang dan upaya rekonsiliasi sebab tragedi itu telah menimbulkan
luka bagi bangsa Indonesia. Bahkan kebohongan sejarah malah menambah luka kaum muda
sementara mereka dituntut bermacam-macam harapan. Rekonsiliasi adalah jalan keluarnya. Hal
itu dapat dilakukan mulai dari tindakan kecil. Bukankah perubahan arah sebuah kapal besar
ditentukan oleh sebuah bilah kecil di belakangnya?







 1

1. Pengantar
Bangsa yang beradab adalah bangsa yang mengenal sejarahnya. Demikian pendapat para
sejarahwan yang kebenarannya tidak dapat disangkal. Jika demikian dapat dikatakan, “Orang
muda yang beradab adalah orang muda yang mengenal sejarah bangsanya.” 
Dari sekian banyak sejarah bangsa Indonesia, salah satunya adalah Tragedi 1965 yaitu
Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI). Hingga saat ini, peristiwa
G30S/PKI belum termakan usia bahkan saksi sejarah pun masih dapat ditemukan. Tetapi, apakah
orang muda zaman sekarang selaku tunas bangsa telah menerima warisan sejarah itu, memahami,
merefleksikan dan melakukan upaya rekonsiliasi terhadapnya? Atau justru sejarah itu malah
menimbulkan luka pada generasi muda hingga berniat membiarkannya lenyap tertelan waktu?
Jika demikian, kebenaran sejarah hanya berupa ilmu baku sementara stigma terhadap oknum-
oknum tertentu tetap ada tanpa adanya rekonsiliasi?

2. Sekilas Sejarah
Pada tanggal 29 Oktober 1965, PKI telah berkumpul di lubang buaya. Tanggal 30 September
1965 pukul empat pagi, diculiklah enam orang dari tujuh jenderal yang menjadi target operasi
PKI. Ketujuh jenderal itu adalah Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Raden Suprapto, Mayjen
TNI Mas Tirtodarmo Haryono, Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI Donald Isaac
Panjaitan , dan Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo.
“Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama luput dari upaya
pembunuhan tersebut. Tetapi, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI
Pierre Andreas Tendean tewas. Selain itu, beberapa orang juga turut menjadi korban, yakni
Bripka Karel Satsuit Tubun, Kolonel Katamso Darmokusumo, dan Letkol Sugiyono
Mangunwiyoto. Para korban tersebut dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang
dikenal dengan sebutan Lubang Buaya. Mayat-mayat mereka ditemukan pada tanggal 3 Oktober
1965.”
1

 Peristiwa G30S/PKI ternyata tidak seperti yang tercetak di media dan diajarkan oleh
lembaga pendidikan. Menurut visum yang dilakukan oleh para dokter, para korban memiliki luka
tembak. Tubuh yang terluka dan babak belur terjadi ketika para korban dilemparkan ke dalam
                                                   
1
 http://www.google.com, 21 Nov 2010. 2

sumur Lubang Buaya. Hasil visum para dokter tentu saja didasarkan pada sumpah yang telah
mereka ikrarkan. 
 Lebih mengherankan lagi, ternyata rencana pembunuhan ketujuh jenderal tersebut telah
diketahui oleh Soeharto terlebih dahulu. Sesuai aturan, seorang anggota militer yang tidak
melakukan apa-apa setelah mengetahui rencana atau tindakan yang melanggar hukum dinyatakan
ikut terlibat secara pasif. Ada dua kemungkinan yang dapat ditemukan. Pertama, Soeharto
membiarkan hal itu terjadi demi kepentingan politik dan kekuasaannya. Kedua, Soeharto
memang terlibat secara aktif hendak menyingkirkan ketujuh jenderal agar ia bisa lebih leluasa
merebut kekuasaan.
Peristiwa tersebut direkayasa sedemikian rupa untuk memutarbalikkan fakta demi kekuasaan
politik Soeharto. Cerita dikarang menjadi sebuah isapan jempol sementara rakyat Indonesia
wajib menonton film isapan jempol tersebut meski fakta, ide dan kronologisnya berbeda. Otak
bangsa Indonesia seolah-olah dicuci. Sampai saat ini, keyakinan pada kebenaran cerita tersebut
tidak sulit ditemukan di kalangan masyarakat. 
Setelah peristiwa itu, terjadi pembantaian di beberapa wilayah Indonesia. Menurut Robert
Cribb, kebanyakan orang setuju bahwa garis besar peristiwa kelam tersebut adalah sebagai
berikut,“Pembantaian mulai beberapa minggu setelah upaya kudeta G30S berawal dari Jawa
Tengah, kemudian bergerak ke Jawa Timur dan Bali dan pada saat yang sama terjadi juga
pembantaian di beberapa pulau lain. Di sebagian besar tempat, pembantaian ini dilakukan oleh
tentara dan kelompok siaga. Dalam beberapa kasus, tentara melakukan pembunuhan secara
langsung; namun lebih sering menyuplai senjata, melatih dan mendorong kelompok-kelompok
siaga yang melaksanakan sebagian besar pembantaian. Pada sebagian kasus, pembantaian tidak
dimulai sebelum unit elit tentara (Resimen Para Komando Angkatan Darat-RPKAD) tiba di
daerah dan menyetujui pembunuhan baik lewat perintah langsung maupun contoh. Sebagian
besar korban pembantaian sudah dipenjara. Mereka dibunuh baik di dalam penjara maupun
diserahkan kepada kelompok siaga untuk disembelih.”
2
 Peristiwa ini telah menorehkan luka bagi
bangsa sampai sekarang.



                                                   
2
 Robert Cribb, Pembantaian PKI di Zaman Bali 1965-1966, Yogyakarta: Matabangsa,2000 hal.4-5. 3

Luka Sejarah Hingga Kini
 Pendapat ini mungkin dapat mewakili perasaan luka yang dirasakan para korban,”Untuk
mengungkapkan pengalaman luka batin, diperlukan suatu keberanian untuk terluka kembali.”
3

Bagaimanapun juga, tragedi 1965 ini menjadi luka batin bukan hanya para korban melainkan
juga luka bangsa Indonesia. Bila bangsa telah terluka maka orang-orang muda yang ada di
dalamnya pun ikut terluka. Sebagai seorang muda, kiranya pandangan dan pengalamanku di
bawah ini bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja.
 Pada waktu berumur kelas dua Sekolah Dasar, ayah mengajakku pergi menonton film
G30S/PKI. Kudengar orang-orang yang menontonnya menyalahkan dua kelompok yang disebut
PKI dan Gerwani. Aku sendiri tidak mengerti apa yang mereka percakapkan. Apalah artinya
peristiwa itu bagi seorang bocah berumur 7 tahun, meski itu merupakan sebuah peristiwa besar?
Peristiwa itu hanya sebatas gambar-gambar yang bergerak di layar kaca. Dalam perjalanan waku,
pendidikan sejarah di sekolah mulai menambah pengetahuanku. Aku mulai mengerti tentang
G30S/PKI dan yakin pada kebenaran sejarah yang layak dipublikasikan. Tetapi, sejak program
studi yang kuikuti tidak lagi memprogramkan ilmu sejarah, pengetahuanku berhenti hanya pada
pengertian awal saja. Aku menganggap bahwa sejarah itu tidak perlu dikaji kembali. Tetapi
setelah menjadi mahasiswa, aku menyadari bahwa pelajaran sejarah itu perlu. Akhirnya kini aku
tahu kontroversi dan kebohongan tentang kisah G30S/PKI. Hal ini patut disesalkan. 
 Aku adalah wakil orang muda yang terluka karena sejarah. Bagaimanapun juga, orang
muda adalah ahli waris sekaligus pewaris sejarah. Tetapi, mewariskan kebohongan sejarah ibarat
menceritakan dongeng pengantar tidur yang hanya tinggal sebagai cerita yang terabaikan ketika
orang telah tertidur?
 Tragedi 1965 ini menjadi bahan refleksi bagi kaum muda. Meski tidak semua orang muda
memiliki pengetahuan mendalam mengenai sejarah, kiranya tragedi tersebut perlu dikaji ulang
dan direfleksikan agar bisa menghantar orang-orang pada tahap rekonsiliasi. 
VI. Harapan bagi kaum muda
 Salah satu harapan yang pas untuk kaum muda seperti yang dikatakan oleh Saderi,”Yang
juga penting untuk direnungkan: bagaimanapun orang-orang PKI juga adalah manusia, yang juga
memiliki perasaan dan akal budi. Kalaupun dahulu, kami sempat diperlakukan tidak adil dan
tidak manusiawi, saya berharap generasi muda dapat semakin mampu memperjuangkan keadilan
                                                   
3
 Antonius Sumarwan, SJ, Menyeberangi Sungai Air Mata, Kanisius, Yogyakarta: 2007, hal.49. 4

dan HAM di masa depan dan semua warga negara-termasuk mereka yang dituduh sebagai
anggota PKI-mempunyai hak politik dan sipil.”
4
 Kemudian ditambahkan lagi oleh Surati,”Agar
generasi muda mampu bersikap kritis dan memiliki sikap mental yang kuat.”
5


V. Rekonsiliasi
Untuk mampu mencapai tahap rekonsiliasi, dendam dan stigma harus disingkirkan. Sejarah
telah berlalu dan kita melangkah ke depan. Sejarah tak mungkin terulang tapi pesan Bung Karno
harus tetap dijunjung tinggi,”JASMERAH: Jangan sekali-kali melupakan sejarah!”. Sebagai
generasi muda, harapan bangsa ada di pundak kita. Mari mengupayakan rekonsiliasi sosial atau
tobat nasional
6
. Jadikan Indonesia bangsa yang beradab, berdiri di atas kebenaran sejarah. 
Orang muda adalah orang yang inisiatif, kreatif dan inovatif. Orang muda tahu apa yang
harus dilakukan selanjutnya. Kita mulai dari langkah-langkah kecil saja terlebih dahulu,
misalnya berani mengungkapkan kebenaran sejarah ini melalui tulisan, diskusi atau obrolan
santai di kantin sekolah. Ingat, perubahan arah sebuah kapal besar ditentukan oleh sebuah bilah
kecil di belakang kapal.








Lampiran 1
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

Judul Naskah Esai   : Upaya Rekonsiliasi Atas Tragedi 1965
Nama Penulis/Peserta  : Alfius Tandirassing
                                                   
4
 Antonius Sumarwan, SJ, Menyeberangi Sungai Air Mata, Kanisius, Yogyakarta: 2007, hal. 209.
5
 Ibid.
6
 Bdk. Antonius Sumarwan, SJ, Menyeberangi Sungai Air Mata, Kanisius, Yogyakarta: 2007, hal. 209, tentang
harapan seorang mantan tapol, Yosep Sali. 5

Tempat & Tanggal Lahir : Pangrorean, 26 Juni 1990
Pekerjaan   : Mahasiswa
Domisili (Alamat Surat) : Seminarium Anging Mammiri
      Jl. Kaliurang Km. 7,4 Yogyakarta
Alamat Email   : piusrassing@yahoo.co.id
Telepon, Ponsel  : 0274-885227, 085247179694


Dengan ini saya menyatakan bahwa tulisan/naskah yang saya ikutkan adalah benar-benar hasil
karya saya sendiri dan belum pernah diikutkan dalam bentuk perlombaan serta belum pernah
dimuat dimanapun. Apabila di kemudian hari terjadi tulisan/naskah saya tidak sesuai dengan
pernyataan di atas, maka serta merta tulisan/naskah saya dianggap gugur. Pernyataan ini saya
buat dengan sebenarnya. 

Komentar

Postingan Populer